HAKIKAT ILMU PENDIDIKAN
Hakikat manusia
merupakan pertumbuhan dan perkembangan perubahan yang sistematis, progresif,
dan berkesinambungan. Artinya, manusia
dapat dilihat dua sisi yaitu fisik dan psikis yang menglami perubahan
pertumbuhan dan perkembangan.
Asumsi-asumsi
hakikat manusia :
a.
Manusia pada hakikatnya sebagai
makhluk religius, manusia yang mempunyai kebutuhan bertaqwa kepada Allah atu
Tuhan yang Maha Esa
b.
Manusia merupakan makhluk social,
yaitu manusia yang saling membutuhkan dan berinteraksi individu lain untuk
mengembangkan dirinya
c.
Manusia sebagai makhluk individu,
yaitu manusia yang mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan
d.
Manusia selalu mengalami proses
perkembangan secara terus menerus selama hidupnya
e.
Manusia mampu mengarahkan dirinya ke
tujuan positif, serta mampu mengatur dan mengontrol dirinya.
f.
Setiap manusia bertanggung jawab atas
tingkah laku, intelektual, dan social
g.
Manusia sebagai khalifah Allah, yaitu
manusia yang diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya, yang memegang amanah dan
tanggung jawab untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan
tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera dan berupaya mencegah
terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup.
Asumsi-asumsi
ini harus dikuasai oleh pendidik, dengan begitu akan mudah ketika
mentrasformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya. Namun jika asumsi-asumsi
tersebut melenceng dari aplikasinya, maka tugas pendidiklah yang bertanggung
jawab untuk mengajaknya lagi ke jalan yang benar. Siapa pendidik dan peserta
didik itu? Pendidik yaitu keluarga, kerabat, dan masyarakat sekitar. Sedangkan
peserta didik yaitu siapapun dan dimanapun bagi yang membutuhkan perhatian dari
pendidik.
LANDASAN ONTOLOGIS,
EPISTIMLOGIS, DAN AKSIOLOGIS PENDIDIKAN
Ontologis, merupakan salah
satu bagian penting dalam filsafat yang membahas atau mempermasalahkan
hakikat-hakikat semua yang ada baik abstrak maupun riil. Ontologi di sini
membahas semua yang ada secara universal, berusaha mencari inti yang dimuat
setiap kenyataan meliputi semua realitas dalam segala bentuknya.
Aplikasi ontologis dalam pendidikan sekarang dapat di lihat dari
berbagai aspek, salah satunya yaitu manajemen pendidikan. Adapun aspek realitas
yang dijangkau teori dan manajemen pendidikan melalui pengalaman pancaindra
ialah dunia pengalaman manusia secara empiris baik yang berupa tingkat kwalitas
maupun kwantitas hasil yang dicapai.
Epistimologis,
merupakan
bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat,dan
bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan
sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan
karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap
patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Aksiologis,
merupakan
ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan. Jika berbicara mengenai aksiologi, berarti
membicarakan tentang etika dan estetika pada kehidupan manusia. Dengan kata
lain nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin pendidikan
(kepala sekolah), guru, staf dan anak didik.
PENDIDIKAN INTEGRATIF, INKLUSI, SEGRETATIF
Pendidikan
Integratif, merupakan pendidikan anak berkebutuhan
khusus yang diterima atau dicampur bersama anak normal pada sekolah biasa.
ü Betuk
layanan pendidikan integrative :
a.
Kelas biasa tanpa kekhususan
Siswa belajar di kelas biasa dengan
guru kelas. Sekarang ini banyak siswa disability yang mendapatkan program
pelayanan pendidikan terpadu secara penuh, dimana siswa disability belajar di
kelas biasa dan ditangani sepenuhnya oleh guru kelas serta masing-masing guru
bidang studi. Sistem ini hanya dapat diikuti oleh siswa disability yang
memiliki intelegensi di atas rata-rata.
b.
Kelas biasa dengan konsultan
Siswa
belajar di kelas biasa dengan guru
kelas dan seorang guru pembimbing khusus. Siswa disability belajar di kelas
biasa dengan guru kelas yang didampingi oleh guru pembimbing khusus. Guru
pembimbing khusus dapat berasal dari kalangan guru PLB tetapi dapat pula dari
tenaga ahli di bidangnya.
c.
Kelas biasa dengan system guru kunjung
Siswa belajar di kelas biasa dengan
guru kunjung. Guru kunjung biasanya menangani siswa disability yang belajar
pada beberapa sekolah. Fungsinya hanya memberikan saran-saran kepada guru kelas
atau guru bidang studi.
d.
Kelas biasa dengan ruang khusus
Siswa belajar di sekolah umum dengan
kelas khusus. Siswa disability belajar di sekolah umum tetapi belajar di kelas
yang khusus (terpisah dengan siswa normal lainnya).
e.
Kelas khusus penuh
Siswa belajar dalam satu lokasi
sekolah dengan berbagai macam ketunaan. Siswa disability bersama dengan siswa
yang memiliki kebutuhan khusus lainnya belajar dalam satu gedung sekolah yang
sama.
Pendidikan
Inklusi, sekolah biasa yang mengkoordinasi dan
mengintegrasikan siswa normal dan siswa penyandang cacat dalam program yang
sama.
Inklusif memang mengikutsertakan anak berkelaian seperti
anak yang memiliki kesulitan melihat atau mendengar, yang tidak dapat berjalan
atau lebih lamban dalam belajar. Namun, secara luas inklusif juga berarti
melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti :
a.
Anak
yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di
dalam kelas.
b.
Anak
yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi
dengan baik.
c.
Anak
yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.
d.
Anak
yang terinfeksi HIV atau AIDS
e.
Anak
yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.
ü Betuk
layanan pendidikan inklusi :
a.
Mengembangkan
proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan
problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di
atas normal
b.
Menggunakan
pendekatan student centerred, yang menenkankan perbedaan individual setiap anak
c.
Lebih
terbuka (divergent)
d.
Memberikan
kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen,
sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu
kelompok ke kelompok lain.
e.
Menerapkan
pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran
kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk
berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair.
f.
Disesuaikan
dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada yang bertipe
auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis).
Tipe visual, yaitu
lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan. Tipe auditoris,
yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran. Tipe
kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.
Pendidikan
Segretatif, merupakan sistem pendidikan dimana
anak berkelainan terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Penyelengggaraan
sistem pendidikan segregasi dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari
penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal seperti yang telah ada di
Indonesia sejak lama yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB).
ü Kategori kecacatan SLB itu di
kelompokkan menjadi :
a.
SLB
bagian A untuk anak tuna netra
b.
SLB
bagian B untuk anak tuna rungu
c.
SLB
bagian C untuk anak tuna Grahita
d.
SLB
bagian D untuk anak tuna daksa
e.
SLB
bagian E untuk anak tuna laras
f.
SLB
bagian F untuk anak cacat ganda
ü Betuk
layanan pendidikan segretatif :
a.
Tersedia
alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh
tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul,
dll.
b.
Jumlah
siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat
memberikan layanan individual kepada semua siswa.
c.
Lingkungan
sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat mengenai
disability anak.
d.
Lingkungan
fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan mempertimbangkan masalah
mobilitas disability, dan kami mendapat latihan keterampilan orientasi dan
mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor sesama disability.
e.
Dapat
menemukan orang disability yang sudah berhasil yang dapat dijadikan sebagai
model.
KEBERBAKATAN DAN
KREATIVITAS
Kecerdasan majemuk (Multiple
Intelligences) merupakan sebuah fenomena dalam dunia pendidikan pada akhir
abad ke-20 dan menjadi tren dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini. Howard
Earl Gardner (1943), seorang peneliti di Project
Zero milik Universita Harvard, yang mencetuskan ide mengenai kecerdasan
yang menentang aliran kecerdasan utama dan kecerdasan tradisional pada saat
itu. Ide itu dituangkan dalam buku yang berjudul Frames of Mind (1983).
Definisi kecerdasan yang didukung oleh kriteria tersebut yaitu kemampuan
untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam
masyarakat sangat berbeda dari definisi kecerdasan yang digambarkan dalam tes
bakat. Sedangkan definisi kecerdasan tradisional terfokus pada pengetahuan dan
kecakapan yang berguna di sekolah. Garder menyimpulkan bahwa ada lebih banyak
kecerdasan daripada sekolah.
Macam-macam
kecerdasan menurut Gardner :
1.
Kecerdasan
verbal/bahasa (verbal
linguistic intelligence): kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata,
baik secara lisan maupun tulisan,
2.
Kecerdasan logika/matematik (logical/mathematical
intelligence): kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan
bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dimiliki matematikawan,
saintis, dan programmer.
3.
Kecerdasan visual/ruang (visual/spatial intelligence):
kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat atau
berhubungan dengan kemampuan indera pandang dan berimajinasi,
seperti yang dimiki oleh para navigator, pemburu, dan arsitek.
4.
Kecerdasan tubuh/gerak (body/ kinesthetic intelligence):
kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh
tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah.
5.
Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhythmic
intelligence): kemampuan untuk mengembangkan dan mengekspresikan, menikmati
bentuk-bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi dan intonasi, serta
kemapuan memainkan alat musik, menyanyi, menciptakan lagu, menikmati lagu, dan
nyayian.
6.
Kecerdasan interpersonal (interpersonal
intelligence): berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi
baik verbal maupun non verbal.
7.
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal
intelligence): kemampuan pemahaman terhadap aspek internal, seperti
perasaan, proses berpikir, refleksi diri, intuisi, dan spiritual.
8. Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence): kecerdasan yang
terkait dengan kemampuan mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memahami
dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif dalam bertani, berburu,
dan mengembangkan pengetahuan akan alam.
9. Kecerdasan spiritual merupakan cara memandang kebenaran spiritual satu
dengan yang lainnya.
10.
Kecerdasan
eksistensial
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan;
1.
Pengalaman
Pengalaman
merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang.
Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan
pengalaman hidup yang dilaluinya.
2.
Lingkungan
Lingkungan atau
konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan
seseorang.
3.
Kemauan dan Keputusan
Kemauan yang kuat
dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan untuk memecahkan masalah.
4.
Bawaan
Hasil riset pada bidang neuroscience menunjukkan bahwa
faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan,
memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan
menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.
5.
Aktivitas Belajar dan
Kegiatan Harian
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang sangat
berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang.
Teori Multiple Intelligences menyarankan beberapa cara yang memungkinkan
materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar yang lebih efektif. Cara-cara
penyampaian materi pelajaran yang dapat digunakan oleh guru, sebagai berikut :
- Kata-kata (Linguistic Intelligence)
- Angka atau logika (Logical -Mathematical
Intelligence)
- Gambar (Visual -Spatial Intelligence)
- Musik (Musical Intelligence)
- Pengalaman fisik (Bodily-Kinesthetic
Intelligence)
- Pengalaman sosial (Interpersonal
Intelligence)
- Refleksi diri (Intrapersonal
Intelligence)
- Pengalaman di lapangan (Naturalist
Intelligence)
-
Peristiwa (Existence Intelligence)
INDEX
PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DALAM SISTEM PENDIDIKAN
Baik buruknya kualitas
pendidikan sangat dipengaruhi oleh sistem penyelenggara program pendidikan yang
ada. Oleh karena itu diperlukan suatu pengukuran untuk menilai kinerja sistem
penyelenggara program pendidikan.
Malcolm Baldrige menyebutkan beberapa kriteria
pendidikan, syarat dari kriteria pendidikan untuk kinerja unggul diwujudkan
dalam tujuh kriteria seperti dibawah ini :
1.
Kepemimpinan (Leadership)
2.
Perencanaan Strategis (Strategic
Planning)
3.
Fokus pada Stakeholder (Stakeholder
Focus)
4.
Pengukuran, Analisa, dan Pengetahuan
Manajemen (Measurement, Analysis, and Knowledge Management)
5.
Fokus pada SDM (Human Focus)
6.
Manajemen Proses (Process Management)
7.
Hasil-hasil (Results)
Sistem manajemen strategis merupakan
proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk mewujudkan visi secara
terus menerus secara terstruktur. Untuk
mengukur setiap aktivitas yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan dalam
rangka merealisasikan tujuan lembaga pendidikan dibutuh metode dalam membantu
melaksanakan manajemen strategis yaitu metode Balanced scorecard.
Pendidikan
pada era sekarang ini, baik pendidikan pusat, daerah maupun lokal diharapkan
untuk menjadi: akuntabel, kompetitif, ramah rakyat, dan berfokus pada kinerja.
Lembaga pendidikan juga ditantang untuk memenuhi harapan berbagai
kelompok stakeholders (yaitu penerima layanan, pendidik,
lembaga pemberi pinjaman/hibah, masyarakat, dan pembayar pajak). Lembaga
pendidikan harus mempunyai sistem manajemen strategis.Karena dunia eksternal
adalah sangat tidak stabil, maka sistem perencanaan harus mengendalikan
ketidak-pastian yang ditemui.Lembaga pendidikan, dengan demikian, harus
berfokus strategi. Strategi ini lebih bersifat hipotesis, suatu proses yang
dinamis, dan merupakan pekerjaan setiap staf. Lembaga pendidikan harus juga
merasakan, mengadakan percobaan, belajar, dan menyesuaikan dengan perkembangan.
DILEMA PENDIDIKAN DAN ISU DALAM KEBIJAKAN
PENDIDIKAN
Perkembangan zaman selalu memunculkan
tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan
sebelumnya. Sebagai konsekuensinya, pendidikan selalu dihadapkan pada
masalah-maslaah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu sangat luas,
pertama sasarannya yaitu manusia, kedua usaha pendidikan dalam mengantisipasi
masa yang akan datang yang tidak sepenuh dapat dijangkau oleh kemampuan daya
ramal manusia. Beberapa Dilema dalam Pendidikan kita
adalah:
1.
Kebijakan
pemerintah yang sering berganti dan korupsi
Kita ketahui bersama bahwa
seringkali pemerintahan berganti maka ada aturan baru. Hasil survey menunjukkan
bahwa negeri kita bertengger dalam jajaran negara yang paling korup di dunia,
korupsi kolusi dan nepotisme melanda di berbagai institusi, disiplin makin
longgar, semakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, anarkis dan premanisme.
2.
Rendahnya
sarana & fasilitas, kualitas guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa. Saat
ini sarana dan prasarana sekolah kita masih banyak yang memprihatinkan.
3.
Rendahnya
kesempatan pemerataan pendidikan
4.
Mahalnya
biaya pendidikan
5. Hilangnya nilai-nilai karakter
bangsa pada pendidikan kita, misalnya pada ujian nasional siswa melakukan
contek masal merupakan hal sudah biasa mengapa dibiarkan karena disatu sisi
sekolah juga ingin siswanya lulus dengan angka kelulusan 100%.
6. Belum
dilaksanakannya amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menganggarkan 20% dari APBN untuk pendidikan.
Mutu
pendidikan merupakan sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang
dihasilkan. Mutu menciptakan lingkungan bagi pendidik, orang tua, pejabat
pemerintah, wakil-wakil rakyat dan pemuka bisnis untuk bekerja sama guna
memberikan kepada para siswa sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi
tantangan masyarakat, bisnis dan akademik sekarang dan masa depan.
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum
mencapai taraf yang diharapkan. hasil belajar yang bermutu hanya mungkin
dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal,
maka sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika
kegiatan belajar dilakukan dengan optimal, maka akan menghasilkan skor hasil
ujian yang baik, serta hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut
adalah semu. Artinya, bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak
pada masalah proses pendidikan.
Strategi atau upaya untuk meningkan mutu pendidikan dalam mengatasi
dilema pendidikan dan issue mengenai kebijakan pemerintah yaitu meliputi input, proses, dan output pada pendidikan.
Input
pendidikan merupakan segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa Input sumber daya, meliputi sumberdaya
manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya
selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak, meliputi struktur
organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana,
program, dsb. Input harapan-harapan,
berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh
sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat
berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat
diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat
kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses
Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila
pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah
(guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb) dilakukan secara harmonis,
sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable
learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar
mampu memberdayakan peserta didik.
Output
pendidikan merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah
berupa prestasi akademik, seperti
nilai ulangan umum, UN, karya ilmiah, lomba akademik, serta prestasi non-akademik, seperti misalnya
IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan
kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya.
KOMUNIKASI
DAN INTERAKSI PENDIDIKAN
Komunikasi pendidikan merupakan proses penyampaian pesan dan makna
(gagasan, ide, informasi) dari komunikator kepada komunikan melalui media komunikasi
dengan berbagai cara seperti, verbal non-verbal, tertulis tidak tertulis,
langsung tidak langsung yang terjadi dalam suasana pendidikan.
Komunikasi yang baik, diharapkan akan muncul interaksi timbal balik
secara dinamis antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan kondisi
belajarnya. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai perangsang atau stimulasi
yang memancing siswa untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang disebut
belajar. Pada saat yang lain guru bereaksi atas aksi-aksi yang diperbuat siswa.
Interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis bertolak dari
kondisi awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan
pembelajaran.
Komunikasi dalam pembelajaran termanisfestasi dalam berbagai metode
mengajar yang diterapkan. Metode yang baik dan tepat karena mengajar merupakan
kegiatan yang terencana dan melibatkan banyak siswa. Metode dan mengajar
merupakan satu kesatuan yang akan menentukan kondisi kelas. Berbagai macam
metode pada komunikasi pendidikan yaitu :
a.
Ceramah
b.
Demonstrasi
c.
|
d.
Simulasi
e.
Penelitian
di laboratorium
f.
Pengalaman
lapangan
g.
Brainstorming
h.
Debat
i.
Simposium
j.
Tanya jawab
k.
Problem
sloving
Demi kelancaran dalam melakukan setiap metode komunikasi pendidikan,
maka dibutuhkan media komunikasi yang memiliki tiga ciri yaitu :
a.
Ciri
Fiksatif (Fixative Property)
Kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekontruksi
suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun
kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, film dan
lain-lain.
b.
Ciri
Manipulatif (Manipulative Property)
Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kempompong, kemudian menjadi
kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tertentu. Manipulasi
kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu.
c.
Ciri Distributif
(Distributive Property)
Seperti rekaman video dan audio yang dapat disebarkan ke seluruh penjuru
tempat yang diinginkan kapan saja.
Dalam komunikasi dikenal hambatan psikologis
seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi dan pengetahuan.
Hambatan fisik misalnya kelelahan,
sakit, keterbatasan panca indera atau cacat tubuh. Komunikasi juga dapat
dihambat oleh kultur seperti
perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai
panutan.
Hambatan-hambatan komunikasi lainnya ialah (1) komunikator menggunakan
bahasa yang sukar dipahami, (2) perbedaan persepsi akibat latar belakang yang
berbeda, (3) terjemahan yang salah, (4) kegaduhan, (5) reaksi emosional seperti
terlalu bertahan (defensif) atau terlalu menyerang (agresif), (6) gangguan
fisik (gagap, tuli, buta), (6) semantik, yaitu pesan bermakna ganda, (7) belum
berbudaya baca tulis, serta budaya diam, (8) kecurigaan, (9) teknik bertanya
yang buruk, (10) teknik menjawab yang buruk, (11) tidak jujur, (12) tertutup,
(13) destruktif, (14) kurang dewasa, (15) kebiasaan menjadi pembicara dan
pendengar yang buruk.
Ketika melakukan komunikasi pasti terjadinya interaksi antara guru
dengan murid atau murid dengan guru. Interaksi merupakan suatu sikap saling
memberikan respon atau adanya feed back antara
komunikan dan komunikator. Interaksi dikatakan sebagai interaksi edukatif,
apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik peserta didik.
Komunikasi dan interaksi pada bidang pendidikan sangat penting, karena
sabaik apapun penguasaan materi yang dimiliki pendidik namun jika tidak
memiliki keterampilan berkomunikasi yang bai (komunikatif), maka pemberian
materi akan terbuang sia-sia.
Mutu
Institusi Pendidikan adalah kebermutuan dari berbagai pelayanan/services yang
diberikan oleh institusi pendidikan kepada peserta didik maupun kepada tenaga
staf pengajar untuk terjadinya proses pembelajaran yang bermutu sehingga
lulusan dapat berguna dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masyarakat
sesuai dengan bidangnya.
Muatan mutu pendidikan dapat dapat
dilihat pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan, yang bermutu terlibat berbagai input, seperti:
bahan ajar (kognitif, afektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai
kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan
sumber belajar lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu
dalam konteks hasil pendidikan
mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu
tertentu. Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil test kemampuan akademis
(Hasil ulangan atau ujian), dapat pula prestasi bidang lainnya, seperti: olah
raga, seni, bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat
dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, kebersihan, dsb.
Upaya
meningkatan mutu pendidikan secara nasional dan internasiona yaitu dengan cara
sertifikasi guru, akreditasi sekolah, standarisasi nasional, dan standarisasi
internasional (ISO).
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Azas
pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas bahwa proses pendidikan
merupakan suatu proses kontinue, yang bemula sejak seseorang dilahirkan hingga
meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara
informal, non formal maupun formal baik yang berlansung dalam keluarga,
disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Proses pendidikan
seumur hidup mencakup bentuk-bentuk secara informal dan formal yang berlangsung
di keluarga, sekolah, tempat pekerjaan dan di kehidupan masyarakat. Karena
perkembangan ilmu dan teknologi makin luas dan komplek maka tidak mungkin
segalanya itu dapat diajarkan kepada anak di sekolah. Maka dewasa ini tugas
pendidikan formal yang utama ialah bagaimana mengajarkan cara belajar,
menanamkan motivasi yang kuat kepada anak untuk belajar terus sepanjang
hayatnya, memberi keterampilan kepada anak untuk secara lincah menyesuaikan
diri kepada lingkungan masyarakat yang dengan cepatnya berubah-ubah. Untuk itu
semua perlu diciptakan kondisi yang merupakan pengetrapan life long education.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap hasil pendidikan, yaitu motivasi dan
intelegensi manusia.
SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
ü Pendidikan Zaman Kolonial
Dalam
politik pendidikannya, Belanda tidak memperlihatkan demokratisasi di dalam
pendidikan, karena tidak semua orang diberi kesempatan mendapatkan pendidikan
yang sama. Belanda mempunyai tersendiri dan system ini disebut Three tract system, yaitu:
a.
Pendidikan untuk golongan bawahan atau
rakyat jelata
b.
Pendidikan untuk golongan atas yang
disederajatkan dengan Belanda
c.
Pendidikan untuk golongan bangsa
Belanda, bangsa Eropa dan bangsa Timur lainnya.
Jadi, Belanda tidak mendapatkan suatu
sistem L‟ecole unique (suatu sistem kesatuan/keseragaman
sekolah) dalam pendidikannya di Indonesia. Bahkan menanamkan teori dichotomy
atau trichotomi sosial, yang terkenal dengan politik devide it impera pada
rakyat Indonesia. Dengan demikian nampaklah perbedaan yang tajam antara pekerja
tangan (biasanya rakyat jelata) sebagai pekerja rendahan dengan pekerja
intelek, dalam pekerja intelek (pegawai kantor) dianggap lebih tinggi dan
dihargai serta dianggap lebih mulia, Sistem “Oester Lager Onderwijs” (OLO) pada
tahun 1850.
Pada tahun 1920 pemerintah menciptakan
sekolah baru yang disebut “Schake School”. Dalam periode konsolidasi mengenai
reaksi-reaksi terhadap pendidikan dan pengajaran kolonial Belanda yaitu Budi
Utomo, Pergerakan Muhammadiyah, dan Perguruan Nasional Taman Siswa.
ü Pendidikan Pada Masa Ki Hajar
Dewantara
Sejarah pendidikan
pada masa Ki Hajar Dewantara bermula dari munculnya ”Taman Siswa”. Latar
belakang terciptanya Taman Siswa berawal sejak Ki Hajar Dewantara diasingkan
oleh Belanda ke Pulau Bangka pada tahun 1913. Selama masa pengasingan beliau aktif
dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, organisasi itu disebut Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).
Di
sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar
ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah
pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga
pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide
sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh
keluarga Tagore.
Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem
pendidikannya sendiri.
Setelah
kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Ki Hajar Dewantara bergabung
dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya
untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs
Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa. Saat ia
genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, beliau
mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat
dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Pada
tahun 1920 muncul cita-cita baru, yang menghendaki perubahan radikal dalam lapangan
pendidikan dan pengajaran. Cita-cita baru tadi seakan-akan merupakan gabungan
kesadaran kulturil dan poltik. Idam-idaman kemerdekaan
nusa dan bangsa sebagai jaminan kemerdekaan dan kebebasan kebudaan bangsa, inilah pokoknya system pendidikan dan
pengajaran di Taman Siswa pada tahun 1922.
Semboyan
dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan
pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di
depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi
dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat
Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Taman Siswa.
ü
Pendidikan Masa
Penjajahan Jepang
Setelah menyerang
Sumatera Selatan pada Februari 1942, Jepang selanjutnya menyerang Pulau Jawa
dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang
kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki
implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal
tersebut antara lain :
a.
Bahasa Indonesia dijadikannya sebagai
bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan bahasa Belanda.
b.
Adanya integrasi sistem pendidikan dengan
dihapusnya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan
Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan
Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan Dasar
(Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah
Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun
bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari
Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto
Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. (3)
Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain
di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. (4)
Pendidikan Tinggi.
Jepang juga memandang perlu melatih
guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan
pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain :
a.
Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu
b.
Nippon
Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang
c.
Bahasa, sejarah dan adat-istiadat
Jepang
d.
Ilmu bumi dengan perspektif
geopolitics
e.
Olah raga dan nyanyian Jepang
ü Pendidikan Masa Kemerdekaan
Sejarah pendidikan Indonesia modern
dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908, Pagoeyouban
Pasoendan di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922. Perjuangan kemerdekaan
menghasilkan kemerdekaan RI di tahun 1945.
Soekarno,
Presiden RI yang pertama, membawa semangat nation and character building dalam
pendidikan di Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah dan
anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa bayar. Para guru yang pertama
rata-rata berpendidikan SD. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan
pendidikan guru yang diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, Kursus B-1 dan
Kursus B-2. Calon guru, khususnya SGA dan SGB, mendapatkan ikatan dinas. Untuk
guru pendidikan tinggi didirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang
kemudian berkembang menjadi IKIP.
Di
bawah Menteri Pendidikan Ki Hajar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan
sistem among berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan,
kebangsaan dan kemanusiaan yang dikenal sebagai Panca Dharma Taman Siswa dan
semboyan ing ngarso sung tulodho, ing
madyo mangun karso, tut wuri
handayani. Pada 1950 diunduhkan pertama kali peraturan pendidikan nasional
yaitu Undang-Undang No. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No.
12/1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Pada 1961 diunduhkan UU No. 22/1961
tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No. 14/1965 tentang Majelis
Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan
Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90% dari
bangsa Indonesia berpendidikan SD.
Dalam kondisi
pascaperang yang carut-marut, Indonesia pada saat itu berhasil meningkatkan 2
kali lipat angka partisipasi sekolah dengan menggratiskan SR/SD, membuka
pendidikan untuk semua kalangan, memberantas buta huruf dan mendirikan beberapa
perguruan-perguruan tinggi negeri. Yang paling mendasar dalam pedoman
pendidikan era kemerdekaan adalah mengubah paham individualisme menjadi paham
perikemanusiaan yang tinggi. Disisi lain, metodologi pendidikan juga sudah banyak mengadopsi metodologi
dialogis-demokratis. Hal ini terlebih
didukung dengan perkembangan demokrasi diluar pendidikan.
ü
Pendidikan
Masa Orde Baru (Pembangunan)
Orde baru berlangsung dari tahun
1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam
bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu
loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini
hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan
kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik
sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa
orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru
mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang
pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas
peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologi
militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status
quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat dengan kebijakan
pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
Pada pendidikan orde baru kesetaran
dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif
masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta
didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa
memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum
yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.
ü Pendidikan
Masa Reformasi hingga
Sekarang
Era reformasi telah memberikan ruang
yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang
bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis
kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik
(orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat
UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan belanja negara.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22
tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun
1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring
pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan.
Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pada masa reformasi telah mengalami
dua kali perubahan kurikulum yaitu Kurikulum Berbasih Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
pada tahun 2006. Pada pelaksanaan kurikulum KBK, Siswa justru dituntut
untuk aktif dalam memperoleh informasi. Kembali peran guru diposisikan sebagai
fasilitator dalam perolehan suatu informasi. KBK berupaya untuk Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal,
berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Sedangkan Pada pelaksanaan kurikulum
KTSP tahun 2006, secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan
yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada
desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut
untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai
dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Siswa juga diberikan kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang
telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Corak pendidikan Orde Baru masih
mewarnai pendidikan kita.Membuat isu pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Broad Based Education (BBE), Community
Based Education (CBE), Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak tampak wujudnya di manapun. Isu yang
jawabannya di satu pihak untuk pemberian wewenang kepada sekolah dalam
mengembangkan diri, tetapi di pihak lain dalam praktik sistem pendidikannya
kita masih melakukan sentralisasi dengan dalih pedoman dasar, dan juga evaluasi
sentral atau pusat, dan sebagainya (Wiyono,2010:50-51).
Sampai
sekarang ini Indonesia masih belum menemukan bentuk pendidikan yang ajeg. Sementara, pola pendidikan global
dengan masuknya bangsa asing yang telah memiliki sistem pendidikan yang mapan,
meraja ke dalam sistem pendidikan kita.
Pendidikan
Multibudaya
Prudence
Crandall mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik
dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya
(kultur). Sedangkan Musa Asy’ari
juga menyatakan bahwa
pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus,
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural.[1]
Berbicara masalah konsep pendidikan multikulturalisme, James
Bank (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multicultural memiliki lima dimensi
yang saling berkaitan diantaranya adalah sebagai berikut :
-
Content integrations in
instructional
adalah mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan
konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu
-
The
Knowladge Construction Process in instructiona,
adalah membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata
pelajaran (disiplin)
-
An
Equity Paedagogy in instructional, Adalah menyesuaikan
metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik siswa yang beragam, baik dari segi ras, budaya, maupun social
-
Trainning
participation in instructional, Adalah melatih
kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi dengan
seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam rangka upaya
menciptakan budaya akademik.
-
Prejudice
Reduction in instructional, adalah mengidentifikasi karakteristik
ras siswa dan menemtukan metode pengajaran mereka.
Arah Baru dalam Pendidikan, merupakan proses perubahan yang
terjadi pada dunia pendidikan, berupa inovasi-inovasi terbaru pada program
pendidikan, peserta didik, pendidik, lembaga pendidikan, yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu pada dunia pendidikan, sehingga terciptanya pendidik yang
professional, peserta didik yang berprestasi berdasarkan ilmu pengetahuan dan
IMTAK.
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Aliran Pendidikan, merupakan berbagai pemikiran
yang membawa pembaharuan dalam dunia pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung
seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran terdahulu
selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, sehingga
timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi
berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-aliran itu yang
harus dipahami. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan harus memahami
berbagai jenis aliran-aliran pendidikan. Dalam dunia pendidikan setidaknya
terdapat 3 macam aliran pendidikan, yaitu aliaran klasik, aliran modern dan
aliran pendidikan pokok di Indonesia.
Aliran Konvensional, merupakan pandangan atau
pendapat yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan perkembangan
manusia dan kepribadiannya. Aliran konvensional ini merupakan aliran kuno yang
muncul pada sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu
dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang
lebih baik dari orang tuanya. Di dalam kepustakaan tentang aliran-aliran
pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman
Yunani kuno sampai saat ini.
Aliran Empiris (aliran
optimisme), Aliran
ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan
sikap manusia dalam perkembanganya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata
melalui alat inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya
maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara
langsung.
Nativis (aliran pesimistik), Aliran nativisme menyatakan
bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat.
Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini
merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang “berbakat tidak baik”
akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang
yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak
mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik.
Aliran Konvergensi, Aliran ini menyatakan bahwa
bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan
pribadi seseorang. Pendidikan dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk
mengembangkan potensinya. Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawan
dan lingkungannya. Aliran ini lebih realitis, sehingga banyak diikuti oleh
pakar pendidikan.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung
oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat
yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan
lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya,
lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal
jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak. Dengan demikian, aliran
Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan
atau bakat dan lingkungan.
Pengaruh aliran klasik terhadap pemikiran
dan praktek pendidikan di Indonesia
Di indonesia telah di terapkan
berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan
pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun
ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi. Pada aliran empiris dapat kita lihat implementasinya
pada lembaga kursus seperti les musik, olahraga, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan bakat berdasarkan indrawi (sesuatu yang dapat didengar,
disentuh, dan dirasa). Sedangkan pada aliran nativis, dapat dilihat
implementasinya seperti pendidikan pada zaman penjajahan Belanda, pada saat itu
tidak semua orang diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama,
seperti pendidikan untuk golongan
bawahan atau rakyat jelata, pendidikan untuk golongan atas yang disederajatkan
dengan Belanda, dan pendidikan untuk golongan bangsa Belanda, bangsa Eropa dan
bangsa Timur lainnya.
Aliran baru dalam pendidikan, merupakan upaya
yang dilakukan untuk mencari perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan
khususnya perbaikan dalam proses pembelajaran. Aliran ini tidak lagi
mempersoalkan perlu tidaknya pendidikan, bagaimanapun pendidikan penting.
Permasalahan penting yang perlu dibahas adalah bagaimana menyelenggarakan
pendidikan itu sehingga bermanfaat maksimal bagi individu.
Pengajaran alam sekitar, Dalam
pendidikan alam sekitar ditanamkan pemahaman, apresiasi, pemanfaatan lingkungan
alami dan sumber-sumber pengetahuan di luar sekolah yang semuanya penting bagi
perkembangan peserta didik, sehingga peserta didik akan mendapatkan kecakapan
dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia nyata. Melalui penjelajahan alam
yang dilakukan, maka peserta didik akan menghayati secara langsung tentang
keadaan alam sekitar, belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta
memanfaatkan waktu senggangnya.
Pengajaran
alam sekitar lebih menekankan kepada kegiatan pengajaran yang dilakukan di
sekolah harus terkait dengan kehidupan nyata yang dialami oleh anak, sehingga
lebih kongkrit dan terkait secara emosional dengan kebutuhan dan kehidupan
anak.
Pengajaran pusat perhatian, Pengajaran
pusat perhatian didasarkan pada pengajaran alam sekitar yang objek
pengamatannya dititikberatkan pada suatu pusat tertentu, yaitu hal-hal yang
menarik perhatian anak didik. Dalam aliran ini, anak didik harus dapat hidup
dalam masyarakat dan dipersiapkan untuk masyarakat, anak harus diarahkan kepada
pembentukan individu dan sebagai anggota masyarakat. Karenanya, anak harus
mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri seperti hasrat dan cita-citanya,
kemudian pengetahuan tentang dunianya seperti lingkungannya dan tempat hidup di
hari depannya. Artinya, anak didik
dilatih untuk melatih dan memahami diri sendiri melalui kegiatan pembelajaran
yang menggali minat dan potensi dia dalam mencari jati dirinya.
Sekolah kerja, merupakan sekolah
yang pendidikannya berdasarkan pada keterampilan khusus. Hal ini bertujuan
untuk menambah
pengetahuan baik dari buku maupun dari pengalamannya sendiri, agar dapat memiliki
pengetahuan dan kemahiran sesua
keterampilannya masing-masing, dan agar anak memiliki pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya untuk masa
depannya yang akan datang. Intinya bahwa kewajiban utama sekolah adalah
mempersiapkan peserta didik untuk mendapat pekerjaan.
Pengajaran proyek, Dalam
pengajaran proyek, anak bebas menentukan pilihannya terhadap pekerjaan dalam
merancang dan memimpinnya. Pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan
memandang dan memecahkan persoalan secara komprehensif, dengan kata lain,
menumbuhkan masalah secara multidisiplin. Pendekatan multidisiplin tersebut
makin lama makin penting, utamanya dalam masyarakat yang maju.
Ada 3 langkah pokok dalam pengajaran proyek, yaitu
persiapan, kegiatan belajar, dan pameran. Tujuan melakukan kegiatan belajar ini
untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang di telah diberikan. Selanjutnya
penilaian, bentuk penilaian di sini
berupa pameran, sehingga seluruh warga sekolah dapat melihat dan memperhatikan
hasil dari permasalahan terdahulu. Kemudian seluruh warga kelas memberikan
tanggapan berupa saran dan kritikan.
1.
Pendidikan Taman Siswa, Konsep pendidikan ini berasal dari Ki Hajar
Dewantara, seorang pakar pendidikan siswa. Konsep ini mengelompokkan peserta
didik berdasarkan kebutuhan terhadap lingkungannya. Taman siswa lebih mirip ke
aliran konvergensi, yaitu perkembangan manusia ditentukan oleh interaksi bawaan
terhadap lingkungan ataupun dengan pendidikan. Perguruan taman siswa dalam bentuk yayasan,
selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (taman kanak – kanak ) dan kursus
guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul dengan Taman Dewasa merangkap Taman
Guru (Mulo-Kweekschool). Sekarang ini telah dikembangkan sehingga meliputi
pula Taman Madya, Prasarjana, dan Sarjana Wiyata.
Seperti
yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara yaitu menggabungan kesadaran kulturil
dan poltik. Idam-idaman kemerdekaan nusa
dan bangsa sebagai jaminan kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Artinya, menciptakan masyarakat yang
bebas tanpa melihat perbedaan ras, suku, agama, pandangan, dan warna kulit,
serta memiliki tingkat pemahaman nilai dan norma yang tinggi pada sesama
makhluk hidup agar terciptanya kehidupan yang tentram dan damai.
2.
INS Kayu Tanam, INS
Kayu dipelopori oleh Moch. Syafei, yang menekankan bahwa bangsa Indonesia harus
memiliki watak yang merdeka. INS mempergunakan system sekolah kerja yang
kreatif yang tidak terikat oleh kurikulum. INS merupakan sekolah umum yang unik
dengan memberikan bidang-bidang :
a.
Pendidikan keterampilan (pertukangan
kayu, besi, keramik, listrik, pateri)
b.
Pendidikan pertanian (bercocok tanam,
peternakan, perikanan, dan teknologinya)
c.
Pendidikan karya seni (senirupa,
drama, tari, olah raga)
d.
Pendidikan manajemen ( pengelolaan
koperasi, perpustakaan, asrama)
e.
Sebagaimana Taman Siswa, INS juga
menekankan pentingnya asrama bagi perkembangan anak didik.
Jika
dilihat dari uraian di atas, kegiatan pembelajaran INS terfokus pada ilmu
murni. Ilmu yang tidak terikat pada norma dan aturan. Konsep pada pendidikan
ini peserta didik dituntut memiliki keahlian sesuai minat dan dan bakatnya. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kehidupan yang layak pada masa yang akan datang.
Selain itu dapat melatih kemandirian, ketangkasan dalam berpikir dan tingkah
laku, serta mengambil keputusan.
MODERNISASI DAN INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi merupakan
suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang yang dapat diamati
atau dirasakan sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau orang banyak.
Ada juga yang mengkaitkan inivasi dengan modernisasi, karena keduanya
membicarakan usaha pembaharuan.
Modernisasi tidak
hanya pada sistem teknologi, sosial, ekonomi, maupun politik saja, tetapi juga
terdapat pada bidang pendidikan. Tanda adanya modernisasi pendidikan ialah
inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru dan
kualitatif berbeda dari hal yang ada pada sembelumnya, serta sengaja dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan agar mencapai tujuan tertentu dalam aspek
pendidikan. Salah satu inovasi dan modernisasi pada pendidikan ialah adanya
program akselarasi pendidikan.
Akselarasi merupakan
program percepatan belajar yang diperuntukkan bagi peserta didik yang miliki
prestasi yang sangat memuaskan, memiliki intelektual yang tinggi pada taraf
kecerdasan, memiliki kreativitas di atas rata-rata. Dengan demikian mereka dapa
menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar mereka, serta
tidak perlu mengikuti seperti program wajib belajar 9 tahun.
Lama waktu belajar
yang digunakan untuk menyelesaikan program belajar bagi siswa akselarasi lebih
cepat dibandingkan dengan siswa reguler. Pada satuan pendidikan Sekolah Dasar
(SD) dari 6 tahun dipercepat menjadi 5 tahun, pada satuan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengan Atas (SMA) masing-masing dari 3
tahun dipercepat menjadi 2 tahun.
Dalam lingkungan
sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu
merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan yang bermutu merupakan
akuntabilitas publik. Penjaminan mutu dan peningkatan mutu pendidikan
memerlukan standar mutu, dilakukan dalam satu prosedur tata kerja yang jelas,
strategis, kerjasama, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dan dilakukan
secara terus-menerus serta berkelanjutan. Terdapat delapan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) dalam mencapai peningkatan mutu pendidikan, yaitu :
Standar isi, Standar proses, Standar kompetensi lulusan, Standar
pendidik dan tenaga kependidikan, Standar sarana dan prasarana, Standar
pengelolaan, Standar pembiayaan dan Standar penilaian pendidikan.
KOMPONEN DALAM
PENDIDIKAN, KOMPONEN TUJUAN PENDIDIKAN, ALAT PENDIDIKAN, DAN KURIKULUM
Komponen
pendidikan

![]() |
Landasan/asas Tujuan Pendidikan Standar Pendidikan Nasional
(spiritual, filosofis, sosiologis) (menciptakan dan mencerdaskan (tujuan akhir dari manusia seutuhnya yang beriman sistem pendidikan)
berkualitas dan mandiri)
Tujuan pendidikan
Tujuan dan macam-macam pendidikan :
a.
Tujuan
pendidikan, merupakan titik temu yang merupakan sentral
dari berdiri dan diadakannya pendidikan. Selain itu untuk menciptakan
masyarakat yang mempunyai IQ, EQ, dan SQ yang tinggi, sehingga dapat membantu
mewujudkan pembangunan bangsa.
b.
Macam-macam dari tujuan pendidikan
dapat disimpulkan menjadi beberapa point:
·
Mencerdaskan bangsa terutama anak
bangsa (sesuai dengan yang tertera pada UUD)
·
Tidak terlepas dari 4H & 1H yaitu:
What :
Pendidikan mana yang bagus dan sesuai?
Who :
Ada siapa saja yang terlibat didalamnya? (semua pihak)
Where : Dimanakah pendidikan yang
bagus dan sesuai itu?
When :
Kapan tepatnya pendidikan itu harus berlangsung
How :
Bagaimana keadaan didalamnya?
Hierarki didalam pendidikan dapat
dikatakan wajar dan boleh-boleh saja akan tetapi tetap sesuai dengan tujuan
pendidikan awal yang pasti harus tetap membangun dan memilik nilai positif.
Biasanya hierarki dalam pendidikan yang
mengatasnamakan yayasan dan memiliki keputusan yang sepakat dalam membuat
tujuan pendidikan.
Bentuk pendidikan, merupakan suatu tempat atau lingkungan di mana
anak dapat menerima sesuatu yang berada di luar diri mereka. Dalam memberikan
pengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan ada yang sengaja diadakan
(usaha sadar) ada yang tidak usaha sadar dari orang dewasa yang normatif
disebut pendidikan. Sedangkan yang lainnya disebut pengaruh.
Perbedaan
bentuk dan sifat pendidikan
BENTUK PENDIDIKAN
(Suatu
lembaga/lingkungan)
|
SIFAT PENDIDIKAN
(Strategi/upaya pembelajaran pada suatu
lembaga/lingkungan)
|
Pendidikan Informal
(Pembelajaran dari
lingkungan sekitar)
Contoh: keluarga,
teman, dll
|
Teoritis
(Mengutamakan perenungan secara
teratur)
|
Pendidikan Formal
(Pembelajaran dari
lembaga/sekolah tertentu)
Contoh: TK, SD, SMP,
SMA, Perguruan Tunggi
|
Praktis
(Memberikan petunjuk untuk
bertindak di dalam praktek)
|
Pendidikan Non-formal
(Lembaga kursus,
komunitas)
|
Deskriptif
(Berusaha
menggambarkan objek sebagaimana mestinya)
|
|
Normatif
(Memberi
petunjuk bagaimana suatu ilmu seharusnya diarahkan)
|
|
Humaniora
(Berhubungan dengan
masalah kemanusiaan)
|
Dalam menjalankan bentuk pendidikan pasti
melakukan sifat pendidikan
|
lingkungan pendidikan, merupakan
keadaan, kondisi atau ruang lingkup disekitar pendidikan yang memiliki pengaruh
besar terhadap hasil pendidikan anak. Adapun bentuk kontribusinya adalah
lingkungan pendidikan yang memiliki pengaruh dan hal positif akan lebih
mengarahkan kepada hasil yang baik begitupun sebaliknya.
PERBEDAAN
INDIVIDUAL SEBAGAI LANDASAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Secara
kodrati, mnausia memiliki potensi dasar yang esensial dalam membedakan manusia
dengan hewan, yaitu melalui akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Sekalipun
demikian, potensi dasar yang dimilikinya itu tidaklah sama bagi masing-masing
manusia. Oleh karena itu, sikap, minat, dan kemampuan berfikir watak, perilaku,
hasil belajarnya berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang
lain. Sebagian individu lebih mampu dibidang seni atau bidang ekspresi yang
lain, seperti olahraga dan keterampilan, sebagian lagi mampu pada bidang
kognitif atau berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Pengelompokkan
peserta didik untuk efisiensi
penyelenggaraan pembelajaran, dikatakan efisien jika memiliki
sarana prasarana lengkap, berfungsi dengan baik, dan nyaman dan aman digunakan
oleh peserta didik, memiliki nilai edukasi, memiliki guru yang sesuai dengan
standarisasi yang bagus, dan pembiayaan yang sesuai. Dengan begitu kegiatan
pengelompokkan peserta didik pada pembelajaran akan berjalan efisien dan sesuai
harapan kita.
Pengelompokkan peserta
didik untuk keperluan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan, dikatakan
efisien jika semua proses kegiatan pembelajaran dilakukan secara baik dan benar
sesuai dengan sifat pendidikan yaitu teoritis, praktis, deskriptif, normatif,
dan humaniora.
Program pendidikan
yang didasarkan atas kebutuhan individual siswa, konsep ini membutuhkan
pelayanan pendidikan integratif, inklusif dan segregatif. Selain itu bisa juga
melalui pendidikan non-formal.
[1]
H.A Dardi Hasyim, Yudi Hartono. Pendidikan Multikultural di Sekolah.
UPT penerbitan dan percetakan UNS. Surakarta. Hal: 28