Sunday, September 1, 2013

Rangkuman Landasan Ilmu Pendidikan



HAKIKAT ILMU PENDIDIKAN

Hakikat manusia merupakan pertumbuhan dan perkembangan perubahan yang sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Artinya, manusia  dapat dilihat dua sisi yaitu fisik dan psikis yang menglami perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
Asumsi-asumsi hakikat manusia :
a.       Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk religius, manusia yang mempunyai kebutuhan bertaqwa kepada Allah atu Tuhan yang Maha Esa
b.       Manusia merupakan makhluk social, yaitu manusia yang saling membutuhkan dan berinteraksi individu lain untuk mengembangkan dirinya
c.       Manusia sebagai makhluk individu, yaitu manusia yang mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan
d.       Manusia selalu mengalami proses perkembangan secara terus menerus selama hidupnya
e.       Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan positif, serta mampu mengatur dan mengontrol dirinya.
f.        Setiap manusia bertanggung jawab atas tingkah laku, intelektual, dan social
g.       Manusia sebagai khalifah Allah, yaitu manusia yang diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya, yang memegang amanah dan tanggung jawab untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup.
Asumsi-asumsi ini harus dikuasai oleh pendidik, dengan begitu akan mudah ketika mentrasformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya. Namun jika asumsi-asumsi tersebut melenceng dari aplikasinya, maka tugas pendidiklah yang bertanggung jawab untuk mengajaknya lagi ke jalan yang benar. Siapa pendidik dan peserta didik itu? Pendidik yaitu keluarga, kerabat, dan masyarakat sekitar. Sedangkan peserta didik yaitu siapapun dan dimanapun bagi yang membutuhkan perhatian dari pendidik.






LANDASAN ONTOLOGIS, EPISTIMLOGIS, DAN AKSIOLOGIS PENDIDIKAN

Ontologis, merupakan salah satu bagian penting dalam filsafat yang membahas atau mempermasalahkan hakikat-hakikat semua yang ada baik abstrak maupun riil. Ontologi di sini membahas semua yang ada secara universal, berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan meliputi semua realitas dalam segala bentuknya.
Aplikasi ontologis dalam pendidikan sekarang dapat di lihat dari berbagai aspek, salah satunya yaitu manajemen pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan manajemen pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris baik yang berupa tingkat kwalitas maupun kwantitas hasil yang dicapai.
Epistimologis, merupakan bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat,dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Aksiologis, merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan. Jika berbicara mengenai aksiologi, berarti membicarakan tentang etika dan estetika pada kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin pendidikan (kepala sekolah), guru, staf dan anak didik.




PENDIDIKAN INTEGRATIF, INKLUSI, SEGRETATIF

Pendidikan Integratif, merupakan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang diterima atau dicampur bersama anak normal pada sekolah biasa.
ΓΌ  Betuk layanan pendidikan integrative :
a.       Kelas biasa tanpa kekhususan
Siswa belajar di kelas biasa dengan guru kelas. Sekarang ini banyak siswa disability yang mendapatkan program pelayanan pendidikan terpadu secara penuh, dimana siswa disability belajar di kelas biasa dan ditangani sepenuhnya oleh guru kelas serta masing-masing guru bidang studi. Sistem ini hanya dapat diikuti oleh siswa disability yang memiliki intelegensi di atas rata-rata.
b.       Kelas biasa dengan konsultan
Siswa belajar di kelas biasa dengan guru kelas dan seorang guru pembimbing khusus. Siswa disability belajar di kelas biasa dengan guru kelas yang didampingi oleh guru pembimbing khusus. Guru pembimbing khusus dapat berasal dari kalangan guru PLB tetapi dapat pula dari tenaga ahli di bidangnya.
c.       Kelas biasa dengan system guru kunjung
Siswa belajar di kelas biasa dengan guru kunjung. Guru kunjung biasanya menangani siswa disability yang belajar pada beberapa sekolah. Fungsinya hanya memberikan saran-saran kepada guru kelas atau guru bidang studi.
d.       Kelas biasa dengan ruang khusus
Siswa belajar di sekolah umum dengan kelas khusus. Siswa disability belajar di sekolah umum tetapi belajar di kelas yang khusus (terpisah dengan siswa normal lainnya).
e.       Kelas khusus penuh
Siswa belajar dalam satu lokasi sekolah dengan berbagai macam ketunaan. Siswa disability bersama dengan siswa yang memiliki kebutuhan khusus lainnya belajar dalam satu gedung sekolah yang sama.


Pendidikan Inklusi, sekolah biasa yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa normal dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama.
Inklusif memang mengikutsertakan anak berkelaian seperti anak yang memiliki kesulitan melihat atau mendengar, yang tidak dapat berjalan atau lebih lamban dalam belajar. Namun, secara luas inklusif juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti :
a.       Anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas.
b.       Anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi dengan baik.
c.       Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.
d.       Anak yang terinfeksi HIV atau AIDS
e.       Anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.
ΓΌ  Betuk layanan pendidikan inklusi :
a.       Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal
b.       Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan perbedaan individual setiap anak
c.       Lebih terbuka (divergent)
d.       Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.
e.       Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair.
f.        Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis).
Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan. Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran. Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.

Pendidikan Segretatif, merupakan sistem pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Penyelengggaraan sistem pendidikan segregasi dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal seperti yang telah ada di Indonesia sejak lama yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB).
ΓΌ  Kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
a.       SLB bagian A untuk anak tuna netra
b.       SLB bagian B untuk anak tuna rungu
c.       SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
d.       SLB bagian D untuk anak tuna daksa
e.       SLB bagian E untuk anak tuna laras
f.        SLB bagian F untuk anak cacat ganda
ΓΌ  Betuk layanan pendidikan segretatif :
a.       Tersedia alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul, dll.
b.       Jumlah siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat memberikan layanan individual kepada semua siswa.
c.       Lingkungan sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat mengenai disability anak.
d.       Lingkungan fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan mempertimbangkan masalah mobilitas disability, dan kami mendapat latihan keterampilan orientasi dan mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor sesama disability.
e.       Dapat menemukan orang disability yang sudah berhasil yang dapat dijadikan sebagai model.



KEBERBAKATAN DAN KREATIVITAS

Kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) merupakan sebuah fenomena dalam dunia pendidikan pada akhir abad ke-20 dan menjadi tren dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini. Howard Earl Gardner (1943), seorang peneliti di Project Zero milik Universita Harvard, yang mencetuskan ide mengenai kecerdasan yang menentang aliran kecerdasan utama dan kecerdasan tradisional pada saat itu. Ide itu dituangkan dalam buku yang berjudul Frames of Mind (1983).
Definisi kecerdasan yang didukung oleh kriteria tersebut yaitu kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam masyarakat sangat berbeda dari definisi kecerdasan yang digambarkan dalam tes bakat. Sedangkan definisi kecerdasan tradisional terfokus pada pengetahuan dan kecakapan yang berguna di sekolah. Garder menyimpulkan bahwa ada lebih banyak kecerdasan daripada sekolah.
Macam-macam kecerdasan menurut Gardner :
1.       Kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence): kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan,
2.       Kecerdasan logika/matematik (logical/mathematical intelligence): kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dimiliki matematikawan, saintis, dan programmer.
3.       Kecerdasan visual/ruang  (visual/spatial intelligence): kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat atau  berhubungan dengan  kemampuan indera pandang dan berimajinasi,  seperti yang dimiki oleh para navigator, pemburu, dan arsitek.
4.       Kecerdasan tubuh/gerak (body/ kinesthetic intelligence): kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah.
5.       Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhythmic intelligence): kemampuan untuk mengembangkan dan mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi dan intonasi, serta kemapuan memainkan alat musik, menyanyi, menciptakan lagu, menikmati lagu, dan nyayian. 
6.       Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence): berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal.
7.       Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence): kemampuan pemahaman terhadap aspek internal, seperti perasaan, proses berpikir, refleksi diri, intuisi, dan spiritual.
8.       Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence): kecerdasan yang terkait dengan kemampuan mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memahami dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif dalam bertani, berburu, dan mengembangkan pengetahuan akan alam.
9.       Kecerdasan spiritual merupakan cara memandang kebenaran spiritual satu dengan yang lainnya.
10.   Kecerdasan eksistensial
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan;
1.    Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya.
2.    Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang.
3.    Kemauan dan Keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan untuk memecahkan masalah.
4.    Bawaan
Hasil riset pada bidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.
5.       Aktivitas Belajar dan Kegiatan Harian
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang sangat berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang.



Teori Multiple Intelligences menyarankan beberapa cara yang memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar yang lebih efektif. Cara-cara penyampaian materi pelajaran yang dapat digunakan oleh guru, sebagai berikut :
- Kata-kata (Linguistic Intelligence)
- Angka atau logika (Logical -Mathematical Intelligence)
- Gambar (Visual -Spatial Intelligence)
- Musik (Musical Intelligence)
- Pengalaman fisik (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
- Pengalaman sosial (Interpersonal Intelligence)
- Refleksi diri (Intrapersonal Intelligence)
- Pengalaman di lapangan (Naturalist Intelligence)
- Peristiwa (Existence Intelligence)




INDEX PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DALAM SISTEM PENDIDIKAN
Baik buruknya kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh sistem penyelenggara program pendidikan yang ada. Oleh karena itu diperlukan suatu pengukuran untuk menilai kinerja sistem penyelenggara program pendidikan.
Malcolm Baldrige menyebutkan beberapa kriteria pendidikan, syarat dari kriteria pendidikan untuk kinerja unggul diwujudkan dalam tujuh kriteria seperti dibawah ini :
1.       Kepemimpinan (Leadership)
2.       Perencanaan Strategis (Strategic Planning)
3.       Fokus pada Stakeholder (Stakeholder Focus)
4.       Pengukuran, Analisa, dan Pengetahuan Manajemen (Measurement, Analysis, and Knowledge Management)
5.       Fokus pada SDM (Human Focus)
6.       Manajemen Proses (Process Management)
7.       Hasil-hasil (Results)
Sistem manajemen strategis merupakan proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Untuk mengukur setiap aktivitas yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan dalam rangka merealisasikan tujuan lembaga pendidikan dibutuh metode dalam membantu melaksanakan manajemen strategis yaitu metode Balanced scorecard.
Pendidikan pada era sekarang ini, baik pendidikan pusat, daerah maupun lokal diharapkan untuk menjadi: akuntabel, kompetitif, ramah rakyat, dan berfokus pada kinerja. Lembaga pendidikan juga ditantang untuk memenuhi harapan berbagai kelompok stakeholders (yaitu penerima layanan, pendidik, lembaga pemberi pinjaman/hibah, masyarakat, dan pembayar pajak). Lembaga pendidikan harus mempunyai sistem manajemen strategis.Karena dunia eksternal adalah sangat tidak stabil, maka sistem perencanaan harus mengendalikan ketidak-pastian yang ditemui.Lembaga pendidikan, dengan demikian, harus berfokus strategi. Strategi ini lebih bersifat hipotesis, suatu proses yang dinamis, dan merupakan pekerjaan setiap staf. Lembaga pendidikan harus juga merasakan, mengadakan percobaan, belajar, dan menyesuaikan dengan perkembangan.


DILEMA PENDIDIKAN DAN ISU DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensinya, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-maslaah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu sangat luas, pertama sasarannya yaitu manusia, kedua usaha pendidikan dalam mengantisipasi masa yang akan datang yang tidak sepenuh dapat dijangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Beberapa Dilema dalam Pendidikan kita adalah:
1.     Kebijakan pemerintah yang sering berganti dan korupsi
Kita ketahui bersama bahwa seringkali pemerintahan berganti maka ada aturan baru. Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita bertengger dalam jajaran negara yang paling korup di dunia, korupsi kolusi dan nepotisme melanda di berbagai institusi, disiplin makin longgar, semakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, anarkis dan premanisme.
2.     Rendahnya sarana & fasilitas, kualitas guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa. Saat ini sarana dan prasarana sekolah kita masih banyak yang memprihatinkan.
3.     Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan
4.     Mahalnya biaya pendidikan
5.     Hilangnya nilai-nilai karakter bangsa pada pendidikan kita, misalnya pada ujian nasional siswa melakukan contek masal merupakan hal sudah biasa mengapa dibiarkan karena disatu sisi sekolah juga ingin siswanya lulus dengan angka kelulusan 100%.
6.    Belum dilaksanakannya amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menganggarkan 20% dari APBN untuk pendidikan.
Mutu pendidikan merupakan sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu menciptakan lingkungan bagi pendidik, orang tua, pejabat pemerintah, wakil-wakil rakyat dan pemuka bisnis untuk bekerja sama guna memberikan kepada para siswa sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan masyarakat, bisnis dan akademik sekarang dan masa depan.
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf yang diharapkan. hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal, maka sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika kegiatan belajar dilakukan dengan optimal, maka akan menghasilkan skor hasil ujian yang baik, serta hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Artinya, bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah proses pendidikan.
Strategi atau upaya untuk meningkan mutu pendidikan dalam mengatasi dilema pendidikan dan issue mengenai kebijakan pemerintah yaitu meliputi input, proses, dan output pada pendidikan.                    
Input pendidikan merupakan segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa Input sumber daya, meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak, meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan, berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Output pendidikan merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah berupa prestasi akademik, seperti nilai ulangan umum, UN, karya ilmiah, lomba akademik, serta prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya.






KOMUNIKASI DAN INTERAKSI PENDIDIKAN
Komunikasi pendidikan merupakan proses penyampaian pesan dan makna (gagasan, ide, informasi) dari komunikator kepada komunikan melalui media komunikasi dengan berbagai cara seperti, verbal non-verbal, tertulis tidak tertulis, langsung tidak langsung yang terjadi dalam suasana pendidikan.
Komunikasi yang baik, diharapkan akan muncul interaksi timbal balik secara dinamis antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan kondisi belajarnya. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai perangsang atau stimulasi yang memancing siswa untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang disebut belajar. Pada saat yang lain guru bereaksi atas aksi-aksi yang diperbuat siswa. Interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis bertolak dari kondisi awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan pembelajaran.
Komunikasi dalam pembelajaran termanisfestasi dalam berbagai metode mengajar yang diterapkan. Metode yang baik dan tepat karena mengajar merupakan kegiatan yang terencana dan melibatkan banyak siswa. Metode dan mengajar merupakan satu kesatuan yang akan menentukan kondisi kelas. Berbagai macam metode pada komunikasi pendidikan yaitu :
a.       Ceramah
b.       Demonstrasi
c.      

 
Diskusi
d.       Simulasi
e.       Penelitian di laboratorium
f.        Pengalaman lapangan
g.       Brainstorming
h.       Debat
i.         Simposium
j.         Tanya jawab
k.       Problem sloving




Demi kelancaran dalam melakukan setiap metode komunikasi pendidikan, maka dibutuhkan media komunikasi yang memiliki tiga ciri yaitu : 
a.         Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekontruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, film dan lain-lain.
b.       Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kempompong, kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tertentu. Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu.
c.       Ciri Distributif (Distributive Property)
Seperti rekaman video dan audio yang dapat disebarkan ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.
Dalam komunikasi dikenal hambatan psikologis seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi dan pengetahuan. Hambatan fisik misalnya kelelahan, sakit, keterbatasan panca indera atau cacat tubuh. Komunikasi juga dapat dihambat oleh kultur seperti perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan.
Hambatan-hambatan komunikasi lainnya ialah (1) komunikator menggunakan bahasa yang sukar dipahami, (2) perbedaan persepsi akibat latar belakang yang berbeda, (3) terjemahan yang salah, (4) kegaduhan, (5) reaksi emosional seperti terlalu bertahan (defensif) atau terlalu menyerang (agresif), (6) gangguan fisik (gagap, tuli, buta), (6) semantik, yaitu pesan bermakna ganda, (7) belum berbudaya baca tulis, serta budaya diam, (8) kecurigaan, (9) teknik bertanya yang buruk, (10) teknik menjawab yang buruk, (11) tidak jujur, (12) tertutup, (13) destruktif, (14) kurang dewasa, (15) kebiasaan menjadi pembicara dan pendengar yang buruk.
Ketika melakukan komunikasi pasti terjadinya interaksi antara guru dengan murid atau murid dengan guru. Interaksi merupakan suatu sikap saling memberikan respon atau adanya feed back antara komunikan dan komunikator. Interaksi dikatakan sebagai interaksi edukatif, apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik peserta didik.
Komunikasi dan interaksi pada bidang pendidikan sangat penting, karena sabaik apapun penguasaan materi yang dimiliki pendidik namun jika tidak memiliki keterampilan berkomunikasi yang bai (komunikatif), maka pemberian materi akan terbuang sia-sia.
UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Mutu Institusi Pendidikan adalah kebermutuan dari berbagai pelayanan/services yang diberikan oleh institusi pendidikan kepada peserta didik maupun kepada tenaga staf pengajar untuk terjadinya proses pembelajaran yang bermutu sehingga lulusan dapat berguna dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masyarakat sesuai dengan bidangnya.
Muatan mutu pendidikan dapat dapat dilihat pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan, yang bermutu terlibat berbagai input, seperti: bahan ajar (kognitif, afektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber belajar lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil test kemampuan akademis (Hasil ulangan atau ujian), dapat pula prestasi bidang lainnya, seperti: olah raga, seni, bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, kebersihan, dsb.
Upaya meningkatan mutu pendidikan secara nasional dan internasiona yaitu dengan cara sertifikasi guru, akreditasi sekolah, standarisasi nasional, dan standarisasi internasional (ISO).




PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Azas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bemula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlansung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Proses pendidikan seumur hidup mencakup bentuk-bentuk secara informal dan formal yang berlangsung di keluarga, sekolah, tempat pekerjaan dan di kehidupan masyarakat. Karena perkembangan ilmu dan teknologi makin luas dan komplek maka tidak mungkin segalanya itu dapat diajarkan kepada anak di sekolah. Maka dewasa ini tugas pendidikan formal yang utama ialah bagaimana mengajarkan cara belajar, menanamkan motivasi yang kuat kepada anak untuk belajar terus sepanjang hayatnya, memberi keterampilan kepada anak untuk secara lincah menyesuaikan diri kepada lingkungan masyarakat yang dengan cepatnya berubah-ubah. Untuk itu semua perlu diciptakan kondisi yang merupakan pengetrapan life long education. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap hasil pendidikan, yaitu motivasi dan intelegensi manusia.



SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
ΓΌ  Pendidikan Zaman Kolonial
Dalam politik pendidikannya, Belanda tidak memperlihatkan demokratisasi di dalam pendidikan, karena tidak semua orang diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama. Belanda mempunyai tersendiri dan system ini disebut Three tract system, yaitu:
a.       Pendidikan untuk golongan bawahan atau rakyat jelata
b.       Pendidikan untuk golongan atas yang disederajatkan dengan Belanda
c.       Pendidikan untuk golongan bangsa Belanda, bangsa Eropa dan bangsa Timur lainnya.
Jadi, Belanda tidak mendapatkan suatu sistem Lecole unique (suatu sistem kesatuan/keseragaman sekolah) dalam pendidikannya di Indonesia. Bahkan menanamkan teori dichotomy atau trichotomi sosial, yang terkenal dengan politik devide it impera pada rakyat Indonesia. Dengan demikian nampaklah perbedaan yang tajam antara pekerja tangan (biasanya rakyat jelata) sebagai pekerja rendahan dengan pekerja intelek, dalam pekerja intelek (pegawai kantor) dianggap lebih tinggi dan dihargai serta dianggap lebih mulia, Sistem “Oester Lager Onderwijs” (OLO) pada tahun 1850.
Pada tahun 1920 pemerintah menciptakan sekolah baru yang disebut “Schake School”. Dalam periode konsolidasi mengenai reaksi-reaksi terhadap pendidikan dan pengajaran kolonial Belanda yaitu Budi Utomo, Pergerakan Muhammadiyah, dan Perguruan Nasional Taman Siswa.
ΓΌ  Pendidikan Pada Masa Ki Hajar Dewantara
Sejarah pendidikan pada masa Ki Hajar Dewantara bermula dari munculnya ”Taman Siswa”. Latar belakang terciptanya Taman Siswa berawal sejak Ki Hajar Dewantara diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka pada tahun 1913. Selama masa pengasingan beliau aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, organisasi itu disebut Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).
Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan IndiaSantiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Setelah kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Ki Hajar Dewantara bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, beliau mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Pada tahun 1920 muncul cita-cita baru, yang menghendaki perubahan radikal dalam lapangan pendidikan dan pengajaran. Cita-cita baru tadi seakan-akan merupakan gabungan kesadaran kulturil dan poltik. Idam-idaman kemerdekaan nusa dan bangsa sebagai jaminan kemerdekaan dan kebebasan kebudaan bangsa, inilah pokoknya system pendidikan dan pengajaran di Taman Siswa pada tahun 1922.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Taman Siswa.

ΓΌ  Pendidikan Masa Penjajahan Jepang
Setelah menyerang Sumatera Selatan pada Februari 1942, Jepang selanjutnya menyerang Pulau Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain :
a.       Bahasa Indonesia dijadikannya sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan bahasa Belanda.
b.       Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapusnya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. (4) Pendidikan Tinggi.
Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain :
a.       Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu
b.       Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang
c.       Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang
d.       Ilmu bumi dengan perspektif geopolitics
e.       Olah raga dan nyanyian Jepang

ΓΌ  Pendidikan  Masa Kemerdekaan
Sejarah pendidikan Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908, Pagoeyouban Pasoendan di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922. Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI di tahun 1945.
Soekarno, Presiden RI yang pertama, membawa semangat nation and character building dalam pendidikan di Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah dan anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa bayar. Para guru yang pertama rata-rata berpendidikan SD. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan pendidikan guru yang diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, Kursus B-1 dan Kursus B-2. Calon guru, khususnya SGA dan SGB, mendapatkan ikatan dinas. Untuk guru pendidikan tinggi didirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang kemudian berkembang menjadi IKIP.
Di bawah Menteri Pendidikan Ki Hajar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan sistem among berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan yang dikenal sebagai Panca Dharma Taman Siswa dan semboyan ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Pada 1950 diunduhkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu Undang-Undang No. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Pada 1961 diunduhkan UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No. 14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90% dari bangsa Indonesia berpendidikan SD.
Dalam kondisi pascaperang yang carut-marut, Indonesia pada saat itu berhasil meningkatkan 2 kali lipat angka partisipasi sekolah dengan menggratiskan SR/SD, membuka pendidikan untuk semua kalangan, memberantas buta huruf dan mendirikan beberapa perguruan-perguruan tinggi negeri. Yang paling mendasar dalam pedoman pendidikan era kemerdekaan adalah mengubah paham individualisme menjadi paham perikemanusiaan yang tinggi. Disisi lain, metodologi pendidikan juga sudah banyak mengadopsi metodologi dialogis-demokratis. Hal ini terlebih didukung dengan perkembangan demokrasi diluar pendidikan.
ΓΌ  Pendidikan Masa Orde Baru (Pembangunan)
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.
ΓΌ  Pendidikan Masa Reformasi hingga Sekarang
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pada masa reformasi telah mengalami dua kali perubahan kurikulum yaitu Kurikulum Berbasih Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Pada pelaksanaan kurikulum KBK, Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Kembali peran guru diposisikan sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi. KBK berupaya untuk Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Sedangkan Pada pelaksanaan kurikulum KTSP tahun 2006, secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan  penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Corak pendidikan Orde Baru masih mewarnai pendidikan kita.Membuat isu pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Broad Based Education (BBE), Community Based Education (CBE), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak tampak wujudnya di manapun. Isu yang jawabannya di satu pihak untuk pemberian wewenang kepada sekolah dalam mengembangkan diri, tetapi di pihak lain dalam praktik sistem pendidikannya kita masih melakukan sentralisasi dengan dalih pedoman dasar, dan juga evaluasi sentral atau pusat, dan sebagainya (Wiyono,2010:50-51).
Sampai sekarang ini Indonesia masih belum menemukan bentuk pendidikan yang ajeg. Sementara, pola pendidikan global dengan masuknya bangsa asing yang telah memiliki sistem pendidikan yang mapan, meraja ke dalam sistem pendidikan kita.
Pendidikan Multibudaya
Prudence Crandall mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya (kultur). Sedangkan Musa Asy’ari juga menyatakan bahwa  pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural.[1]
Berbicara masalah konsep pendidikan multikulturalisme, James Bank (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multicultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan diantaranya adalah sebagai berikut :
-        Content integrations in instructional adalah mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu
-        The Knowladge Construction Process in instructiona, adalah membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin)
-        An Equity Paedagogy in instructional, Adalah menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam, baik dari segi ras, budaya, maupun social
-        Trainning participation in instructional, Adalah melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam rangka upaya menciptakan budaya akademik.
-        Prejudice Reduction in instructional, adalah mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menemtukan metode pengajaran mereka.
Arah Baru dalam Pendidikan, merupakan proses perubahan yang terjadi pada dunia pendidikan, berupa inovasi-inovasi terbaru pada program pendidikan, peserta didik, pendidik, lembaga pendidikan, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pada dunia pendidikan, sehingga terciptanya pendidik yang professional, peserta didik yang berprestasi berdasarkan ilmu pengetahuan dan IMTAK.


ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Aliran Pendidikan, merupakan berbagai pemikiran yang membawa pembaharuan dalam dunia pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-aliran itu yang harus dipahami. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan harus memahami berbagai jenis aliran-aliran pendidikan. Dalam dunia pendidikan setidaknya terdapat 3 macam aliran pendidikan, yaitu aliaran klasik, aliran modern dan aliran pendidikan pokok di Indonesia.
Aliran Konvensional, merupakan pandangan atau pendapat yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan perkembangan manusia dan kepribadiannya. Aliran konvensional ini merupakan aliran kuno yang muncul pada sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai saat ini.
Aliran Empiris (aliran optimisme), Aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia dalam perkembanganya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata melalui alat inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung.
 Nativis (aliran pesimistik), Aliran nativisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik.
Aliran Konvergensi, Aliran ini menyatakan bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Pendidikan dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya. Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawan dan lingkungannya. Aliran ini lebih realitis, sehingga banyak diikuti oleh pakar pendidikan.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak. Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan.
Pengaruh aliran klasik terhadap pemikiran dan praktek pendidikan di Indonesia
Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi.  Pada aliran empiris dapat kita lihat implementasinya pada lembaga kursus seperti les musik, olahraga, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan bakat berdasarkan indrawi (sesuatu yang dapat didengar, disentuh, dan dirasa). Sedangkan pada aliran nativis, dapat dilihat implementasinya seperti pendidikan pada zaman penjajahan Belanda, pada saat itu tidak semua orang diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama, seperti  pendidikan untuk golongan bawahan atau rakyat jelata, pendidikan untuk golongan atas yang disederajatkan dengan Belanda, dan pendidikan untuk golongan bangsa Belanda, bangsa Eropa dan bangsa Timur lainnya.
Aliran baru dalam pendidikan, merupakan upaya yang dilakukan untuk mencari perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan khususnya perbaikan dalam proses pembelajaran. Aliran ini tidak lagi mempersoalkan perlu tidaknya pendidikan, bagaimanapun pendidikan penting. Permasalahan penting yang perlu dibahas adalah bagaimana menyelenggarakan pendidikan itu sehingga bermanfaat maksimal bagi individu.
Pengajaran alam sekitar, Dalam pendidikan alam sekitar ditanamkan pemahaman, apresiasi, pemanfaatan lingkungan alami dan sumber-sumber pengetahuan di luar sekolah yang semuanya penting bagi perkembangan peserta didik, sehingga peserta didik akan mendapatkan kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia nyata. Melalui penjelajahan alam yang dilakukan, maka peserta didik akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar, belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu senggangnya.
Pengajaran alam sekitar lebih menekankan kepada kegiatan pengajaran yang dilakukan di sekolah harus terkait dengan kehidupan nyata yang dialami oleh anak, sehingga lebih kongkrit dan terkait secara emosional dengan kebutuhan dan kehidupan anak.
Pengajaran pusat perhatian, Pengajaran pusat perhatian didasarkan pada pengajaran alam sekitar yang objek pengamatannya dititikberatkan pada suatu pusat tertentu, yaitu hal-hal yang menarik perhatian anak didik. Dalam aliran ini, anak didik harus dapat hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan untuk masyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu dan sebagai anggota masyarakat. Karenanya, anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri seperti hasrat dan cita-citanya, kemudian pengetahuan tentang dunianya seperti lingkungannya dan tempat hidup di hari depannya. Artinya, anak didik dilatih untuk melatih dan memahami diri sendiri melalui kegiatan pembelajaran yang menggali minat dan potensi dia dalam mencari jati dirinya.
Sekolah kerja, merupakan sekolah yang pendidikannya berdasarkan pada keterampilan khusus. Hal ini bertujuan untuk menambah pengetahuan baik dari buku maupun dari pengalamannya sendiri, agar dapat memiliki pengetahuan dan kemahiran sesua keterampilannya masing-masing, dan agar anak memiliki pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya untuk masa depannya yang akan datang. Intinya bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan peserta didik untuk mendapat pekerjaan.
Pengajaran proyek, Dalam pengajaran proyek, anak bebas menentukan pilihannya terhadap pekerjaan dalam merancang dan memimpinnya. Pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan memandang dan memecahkan persoalan secara komprehensif, dengan kata lain, menumbuhkan masalah secara multidisiplin. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting, utamanya dalam masyarakat yang maju.
Ada 3 langkah pokok dalam pengajaran proyek, yaitu persiapan, kegiatan belajar, dan pameran. Tujuan melakukan kegiatan belajar ini untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang di telah diberikan. Selanjutnya penilaian, bentuk penilaian di sini berupa pameran, sehingga seluruh warga sekolah dapat melihat dan memperhatikan hasil dari permasalahan terdahulu. Kemudian seluruh warga kelas memberikan tanggapan berupa saran dan kritikan.
1.       Pendidikan Taman Siswa, Konsep pendidikan ini berasal dari Ki Hajar Dewantara, seorang pakar pendidikan siswa. Konsep ini mengelompokkan peserta didik berdasarkan kebutuhan terhadap lingkungannya. Taman siswa lebih mirip ke aliran konvergensi, yaitu perkembangan manusia ditentukan oleh interaksi bawaan terhadap lingkungan ataupun dengan pendidikan. Perguruan taman siswa dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (taman kanak – kanak ) dan kursus guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul dengan Taman Dewasa merangkap Taman Guru (Mulo-Kweekschool). Sekarang ini telah dikembangkan sehingga meliputi pula Taman Madya, Prasarjana, dan Sarjana Wiyata.
Seperti yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara yaitu menggabungan kesadaran kulturil dan poltik. Idam-idaman kemerdekaan nusa dan bangsa sebagai jaminan kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Artinya, menciptakan masyarakat yang bebas tanpa melihat perbedaan ras, suku, agama, pandangan, dan warna kulit, serta memiliki tingkat pemahaman nilai dan norma yang tinggi pada sesama makhluk hidup agar terciptanya kehidupan yang tentram dan damai.
2.       INS Kayu Tanam, INS Kayu dipelopori oleh Moch. Syafei, yang menekankan bahwa bangsa Indonesia harus memiliki watak yang merdeka. INS mempergunakan system sekolah kerja yang kreatif yang tidak terikat oleh kurikulum. INS merupakan sekolah umum yang unik dengan memberikan bidang-bidang :
a.       Pendidikan keterampilan (pertukangan kayu, besi, keramik, listrik, pateri)
b.       Pendidikan pertanian (bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan teknologinya)
c.       Pendidikan karya seni (senirupa, drama, tari, olah raga)
d.       Pendidikan manajemen ( pengelolaan koperasi, perpustakaan, asrama)
e.       Sebagaimana Taman Siswa, INS juga menekankan pentingnya asrama bagi perkembangan anak didik.
Jika dilihat dari uraian di atas, kegiatan pembelajaran INS terfokus pada ilmu murni. Ilmu yang tidak terikat pada norma dan aturan. Konsep pada pendidikan ini peserta didik dituntut memiliki keahlian sesuai minat dan dan bakatnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan kehidupan yang layak pada masa yang akan datang. Selain itu dapat melatih kemandirian, ketangkasan dalam berpikir dan tingkah laku, serta mengambil keputusan.




MODERNISASI DAN INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi merupakan suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang yang dapat diamati atau dirasakan sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau orang banyak. Ada juga yang mengkaitkan inivasi dengan modernisasi, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan.
Modernisasi tidak hanya pada sistem teknologi, sosial, ekonomi, maupun politik saja, tetapi juga terdapat pada bidang pendidikan. Tanda adanya modernisasi pendidikan ialah inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada pada sembelumnya, serta sengaja dilakukan untuk meningkatkan kemampuan agar mencapai tujuan tertentu dalam aspek pendidikan. Salah satu inovasi dan modernisasi pada pendidikan ialah adanya program akselarasi pendidikan.
Akselarasi merupakan program percepatan belajar yang diperuntukkan bagi peserta didik yang miliki prestasi yang sangat memuaskan, memiliki intelektual yang tinggi pada taraf kecerdasan, memiliki kreativitas di atas rata-rata. Dengan demikian mereka dapa menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar mereka, serta tidak perlu mengikuti seperti program wajib belajar 9 tahun.
Lama waktu belajar yang digunakan untuk menyelesaikan program belajar bagi siswa akselarasi lebih cepat dibandingkan dengan siswa reguler. Pada satuan pendidikan Sekolah Dasar (SD) dari 6 tahun dipercepat menjadi 5 tahun, pada satuan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengan Atas (SMA) masing-masing dari 3 tahun dipercepat menjadi 2 tahun.
Dalam lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan yang bermutu merupakan akuntabilitas publik. Penjaminan mutu dan peningkatan mutu pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan dalam satu prosedur tata kerja yang jelas, strategis, kerjasama, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dan dilakukan secara terus-menerus serta berkelanjutan. Terdapat delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dalam mencapai peningkatan mutu pendidikan, yaitu :
Standar isi, Standar proses, Standar kompetensi lulusan, Standar pendidik dan tenaga kependidikan, Standar sarana dan prasarana, Standar pengelolaan, Standar pembiayaan dan Standar penilaian pendidikan.




KOMPONEN DALAM PENDIDIKAN, KOMPONEN TUJUAN PENDIDIKAN, ALAT PENDIDIKAN, DAN KURIKULUM

Komponen pendidikan
Komponen pendidikan


 


                        Landasan/asas                         Tujuan Pendidikan       Standar Pendidikan Nasional
        (spiritual, filosofis, sosiologis)         (menciptakan dan mencerdaskan            (tujuan akhir dari                                                                              manusia seutuhnya yang beriman                 sistem pendidikan)
berkualitas dan mandiri)
Tujuan pendidikan
Tujuan dan macam-macam pendidikan :
a.       Tujuan pendidikan, merupakan titik temu yang merupakan sentral dari berdiri dan diadakannya pendidikan. Selain itu untuk menciptakan masyarakat yang mempunyai IQ, EQ, dan SQ yang tinggi, sehingga dapat membantu mewujudkan pembangunan bangsa.
b.       Macam-macam dari tujuan pendidikan dapat disimpulkan menjadi beberapa point:
·         Mencerdaskan bangsa terutama anak bangsa (sesuai dengan yang tertera pada UUD)
·         Tidak terlepas dari  4H & 1H yaitu:
What    : Pendidikan mana yang bagus dan sesuai?
Who     : Ada siapa saja yang terlibat didalamnya? (semua pihak)
Where : Dimanakah pendidikan yang bagus dan sesuai itu?
When   : Kapan tepatnya pendidikan itu harus berlangsung
How     : Bagaimana keadaan didalamnya?
Hierarki didalam pendidikan dapat dikatakan wajar dan boleh-boleh saja akan tetapi tetap sesuai dengan tujuan pendidikan awal yang pasti harus tetap membangun dan memilik nilai positif. Biasanya hierarki  dalam pendidikan yang mengatasnamakan yayasan dan memiliki keputusan yang sepakat dalam membuat tujuan pendidikan.
Bentuk pendidikan,  merupakan suatu tempat atau lingkungan di mana anak dapat menerima sesuatu yang berada di luar diri mereka. Dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan ada yang sengaja diadakan (usaha sadar) ada yang tidak usaha sadar dari orang dewasa yang normatif disebut pendidikan. Sedangkan yang lainnya disebut pengaruh.
Perbedaan bentuk dan sifat pendidikan
BENTUK PENDIDIKAN
(Suatu lembaga/lingkungan)
SIFAT PENDIDIKAN
(Strategi/upaya pembelajaran pada suatu lembaga/lingkungan)
Pendidikan Informal
(Pembelajaran dari lingkungan sekitar)
Contoh: keluarga, teman, dll
Teoritis
(Mengutamakan perenungan secara teratur)
Pendidikan Formal
(Pembelajaran dari lembaga/sekolah tertentu)
Contoh: TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tunggi
Praktis
(Memberikan petunjuk untuk bertindak di dalam praktek)
Pendidikan Non-formal
(Lembaga kursus, komunitas)
Deskriptif
(Berusaha menggambarkan objek sebagaimana mestinya)

Normatif
(Memberi petunjuk bagaimana suatu ilmu seharusnya diarahkan)

Humaniora
(Berhubungan dengan masalah kemanusiaan)
Dalam menjalankan bentuk pendidikan pasti melakukan sifat pendidikan

lingkungan pendidikan, merupakan keadaan, kondisi atau ruang lingkup disekitar pendidikan yang memiliki pengaruh besar terhadap hasil pendidikan anak. Adapun bentuk kontribusinya adalah lingkungan pendidikan yang memiliki pengaruh dan hal positif akan lebih mengarahkan kepada hasil yang baik begitupun sebaliknya.



PERBEDAAN INDIVIDUAL SEBAGAI LANDASAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Secara kodrati, mnausia memiliki potensi dasar yang esensial dalam membedakan manusia dengan hewan, yaitu melalui akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Sekalipun demikian, potensi dasar yang dimilikinya itu tidaklah sama bagi masing-masing manusia. Oleh karena itu, sikap, minat, dan kemampuan berfikir watak, perilaku, hasil belajarnya berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Sebagian individu lebih mampu dibidang seni atau bidang ekspresi yang lain, seperti olahraga dan keterampilan, sebagian lagi mampu pada bidang kognitif atau berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Pengelompokkan peserta didik untuk efisiensi  penyelenggaraan pembelajaran, dikatakan efisien jika memiliki sarana prasarana lengkap, berfungsi dengan baik, dan nyaman dan aman digunakan oleh peserta didik, memiliki nilai edukasi, memiliki guru yang sesuai dengan standarisasi yang bagus, dan pembiayaan yang sesuai. Dengan begitu kegiatan pengelompokkan peserta didik pada pembelajaran akan berjalan efisien dan sesuai harapan kita.
Pengelompokkan peserta didik untuk keperluan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan, dikatakan efisien jika semua proses kegiatan pembelajaran dilakukan secara baik dan benar sesuai dengan sifat pendidikan yaitu teoritis, praktis, deskriptif, normatif, dan humaniora.
Program pendidikan yang didasarkan atas kebutuhan individual siswa, konsep ini membutuhkan pelayanan pendidikan integratif, inklusif dan segregatif. Selain itu bisa juga melalui pendidikan non-formal.


[1] H.A Dardi Hasyim, Yudi Hartono. Pendidikan Multikultural di Sekolah. UPT penerbitan dan percetakan UNS. Surakarta. Hal: 28